BAB II
PEMBAHASAN
1.
Defenisi Antonim “التضاد”
Secara harfiah, antonimi merupakan kata serapan dari bahasa
Inggris, yaitu antonymy. Menurut bahasa idhdhad ( Antonim ) berasal dari
kata ضد يضد ضدا yang berarti menolak, berlawanan.[1]
Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan
antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain.[2]
Menuruut Verhar, kata antonymy sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu:
“anoma” artinya nama dan “anti” yang berarti melawan, jadi yang
dimaksud antonim adalah “nama lain untuk benda lain”.[3]
Yang dimaksud antonim menurut Kridalaksana adalah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dijenjangkan.[4]
Secara semantik, antonim sering didefinisikan
sebagai ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat
pula berupa frasa atau kalimat) yang maknanya
dianggap kebalikan dari ungkapan yang lain.
Misalnya, kata panjang berantonim dengan pendek. Secara sederhana dapat dikatakan, antonim
adalah kata-kata yang maknanya berlawanan.[5]
Dalam kajian linguistik
Arab, antonim sama dengan “التضاد” . menurut Taufiqurrahman adalah:
التضاد
: هو عبارة عن وجود كلمتين فأكثر لها دلالة متضادة
Antonim (التضاد) adalah dua buah kata atau lebih yang
maknanya ‘dianggap’ berlawanan. Disebut ‘dianggap’ karena sifat berlawanan dari
dua kata yang berantonim ini sangat relatif. Ada kata-kata yang mutlak
berlawanan, seperti kata hidup dengan mati, kata siang dengan malam. Ada juga
yang tidak mutlak, seperti kata jauh dengan dekat, kata kaya dengan
miskin. Seseorang yang tidak kaya belum tentu miskin, begitu juga sesuatu yang
tidak tinggi belum tentu rendah.[6]
Menurut
Umar, al-Adldâd adalah suatu
pertentangan makna yang terjadi di dalam satu kata.[7]
2.
Macam-macam Antonim “التضاد”
Al-Khammas mengklasifikasikan antonim menjadi lima
macam, yaitu:
a). Antonim Mutlak (Tadlâd Had)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang
berlawanan tidak terdapat tingkatan/level. Artinya, kedua kata yang maknanya
berlawanan itu benar-benar mutlak.
Contoh:
Hidup حي X Mati ميت
Salah خطأ X Benar
صح
Wanita امرأة X Pria رجل
Seperti, kata hidup berantonim secara mutlak dengan
kata mati, sebab sesuatu yang masih hidup tentunya belum mati; dan sesuatu yang
sudah mati tentunya sudah tidak hidup lagi.[8]
b). Antonim Bertingkat (Tadlâd Mutadarrij)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang
berlawanan masih terdapat tingkatan/level. Artinya, makna dari kata-kata yang saling
berlawanan masih relatif.
Contoh:
Ø
سهل (mudah) lawan kata صعب (sulit); namun antara ‘mudah’ dan ‘sulit’
masih tingkat kemudahan/kesulitan tertentu.
Ø
بارد(dingin) lawan kata
حار (panas); diantara
‘dingin’ dan ‘panas’ masih ada level tertentu, misalnya: قاتر(hangat kuku), دافئ (hangat), ساخن( paling hangat).
c). Antonim Berlawanan (Tadlâd‘Aksî)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang
berlawanan bersifat lazim/lumrah. Contoh:
Ayah أب X Ibu أم
Menjual باع X Membeli اشترى
Suami زوج X Istri زوجة
Memberi أعطى X Mengambil أخذ
d). Antonim
Garis Samping (Tadlâd‘Amûdî)
Yaitu, apabila kata-kata yang antonim (berlawanan)
tersebut terdiri dari kosa kata yang bersifat arah (direction). Kosa
kata yang berlawanan menurut garis menyamping disebut antonim garis samping.
Misalnya, شمال(utara)
lawan kata شرق (timur), جنوب (selatan) lawan kata غرب (barat), غرب (barat) lawan kata شمال (utara).
e). Antonim garis Lurus (Tadlâd Imtidâdî)
Yaitu, apabila kosa kata yang berlawanan (antonim) berdasarkan garis lurus (melawan arah). Misalnya, شمال (utara)
lawan kata جنوب (selatan), شرق (timur) lawan kata
غرب(barat),
فوق
(atas) lawan kata تحت (bawah).[9]
Banyak ahli yang keberatan dengan istilah lawan kata
untuk mengganti antonim, sebab pada hakikatnya yang berlawanan adalah makna
dari kata-kata tersebut. Namun,karena lawan makna sebenarnya relatifsifatnya,
maka banyak yang menyebut dengan oposisi makna. Dengan ‘lawan’ terkandung
arti bahwa kata-kata yang berantonim itu betul-betul berlawanan maknanya;
sedangkan oposisi bisa mencakup pengertian dari yang benarbenar berlawanan
sampai yang hanya berupa kontras saja. Kata hidup dan mati adalah
contoh yang maknanya berlawanan, sebab kalau tidak hidup tentulah mati. Kata merah
dan putih merupakan contoh pasangan kata yang hanya berkontras.[10]
Jenis hubungan bertentangan antar kata juga menunjukkan
adanya keragaman. Ada jenis hubungan yang berlangsung
secara komplementer dan tidak dapat digradasikan,
yang diistilahkan dengan oposisi, misalnya antara pria dan wanita.
Atau juga hubungan yang bertentangan yang masih
dapat digradasikan, yang disebut dengan
antonim, seperti pada kata baik dan buruk.
Sebab itu bentuk agak pria,cukup pria atau sangat pria tidak
lazim ditemukan dalam oposisi. Akan tetapi, bentuk
tersebut masih lazim ditemukan pada bentuk
antonim, seperti agak baik, cukup
baik atau juga sangat buruk.
Istilah yang mencakup, baik oposisi maupun antonim adalah kontras.[11]
3.
Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Kontranimi (al-Adldâd)
Faktor-faktor penyebab kemunculan kontranimi dalam bahasa
Arab meliputi tiga hal:
1.
Faktor Eksternal;
a) Perbedaan Dialek, misalnya kata السدفة yamg dapat bermakna الظلمة‘gelap’ dan الضوء ‘terang’.
b)
Motivasi Sosial, digunakan sebagai ungkapan yang menunjukkan
sifatsifat optimisme, pesimisme, ejekan, bahkan kesopanan, seperti kata عاقل
‘berakal’ untuk orang yang sesungguhnya bodoh.
c)
Pinjaman Bahasa Asing, meminjam
beberapa lafadz yang serumpun dengannya. Seperti pada kata جلل, yang
berasal dari bahasa Ibrani yang maknanya ‘menggelinding’ berubah maknanya dalam
bahasa Arab menjadi كريم (mulia) dan juga حقير ‘hina’.
2.
Faktor Internal; yang meliputi:
a)
Relasi Makna.
Hal
ini disebabkan oleh beberapa hal:
1) Adanya perluasan makna (الاتساع), contohnya pada kata صارخyang bermakna مغيث (yang menolong),
dan juga مستغيث(yang minta tolong).
2) Ungkapan berupa majas( المجاز ),
seperti pada kata النهال yang makna hakikinya adalah العطشان (kehausan), namun juga bisa bermakna الريان
(kembung).
3) Generalisasi makna asli (عموم
المعن الأصلي) seperti pada
lafadz الجون
yang bermakna الأسواد (hitam) dan (putih) di mana makna aslinya adalah المطلق اللون (netral) dalam bahasa Arab, bahasa Ibrani, Suria dan bahasa
Persi.
4) Ungkapan sebagai bentuk penegasan (). Jika orang
Arab ingin menegaskan ungkapannya, biasanya diungkapkan dengan menggunakan
kebalikan dari maknanya. Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh salah
satu khalifah Arab di Andalus, ketika menyebut salah satu anggota
tubuhnya dengan kata القبيحة (jelek) untuk menunjukkan (sangat dan sangat bagus) جميلة (indah).
b) Relasi Lafadz, hal ini disebabkan oleh beberapa hal:
1) Perbedaan asal akar kata/derivasi (اختلاف الأصل) seperti pada kata الإشتقاقى Yang dapat bermakna ضاع (اختفى)
‘hilang’, dimana
berasal dari akar kata ضاع- يضيع- ضياعا maupun (ظهر) ‘’
berasal dari kata ضاع- يضيع.
2) Perubahan tempat akar kata (القلب المكانى), seperti pada kata صار yang bermakna (جمع) mengumpulkan قطع و فرق (memisahkan atau memotong-motong).
c) Relasi Bentuk,
Seperti pada kata الركب yang maknanya dapat menjadi partisip aktif
yaitu ‘yang mengendarai’ atau dapat pula menjadi partisip pasif ‘yang
dikendarai’
3.
Faktor Historis,
Dimana
ungkapan kontranimi merupakan ungkapan pemikiran manusia di masa lalu.
Keberadaan ungkapan kontranimi tersebut pada dasarnya merupakan bentuk asli
atau bawaan awal dari kata itu sendiri. Menanggapi hal demikian Ibnu Sayyid
memberi sanggahannya, bahwa tidak dibenarkan sebuah lafadz dengan dua makna
yang bertentangan berada dalam waktu yang bersamaan, sehingga menurutnya
kontranimi hadir karena faktor kesengajaan.[12]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Defenisi Antonim
Dalam kajian linguistik
Arab, antonim sama dengan “التضاد” . menurut Taufiqurrahman adalah:
التضاد
: هو عبارة عن وجود كلمتين فأكثر لها دلالة متضادة
Antonim (التضاد) adalah dua buah kata atau lebih yang
maknanya ‘dianggap’ berlawanan.
2.
Macam-macam Antonim “التضاد”
·
Antonim Mutlak (Tadlâd Had)
·
Antonim Bertingkat (Tadlâd Mutadarrij)
·
Antonim Berlawanan (Tadlâd‘Aksî)
·
Antonim garis Lurus (Tadlâd Imtidâdî)
·
Antonim Garis Samping (Tadlâd‘Amûdî)
3.
Faktor-faktor Antonim
Ø Faktor Internal
Ø Faktor Eksternal
Ø Faktor Historis.
Daftar Pustaka
Aminudin. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna,
2003. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Chaer, Abdul. Linguistik Umum, 2012 . Jakarta-
Rieneka Cipta.
Depertemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2008. Kamus Bahasa
Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.
Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik Cet ke-5, 2001. Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
MUNAWWIR,
A.W. Kamus AL-Munawwir Arab-Indonesia Cet ke-14,
1997. Surabaya: Pustaka
Progressif.
Pateda, Mansoer, Semantik Leksikal. 2001. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwandi, Sarwiji. Semantik: Pengantar Kajian Makna,
2008. Yogyakarta: Media Perkasa.
Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, 2008 .
Malang: UIN Malang Press.
Umar, Mukhtar. ‘ilmu
al-Dilalah, 1982. Kuwait: Maktabah Dar al-‘Urubah.
Verhaar, J.W.M., Pengantar
Lingustik Cet ke-12, 1989. Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press.
Http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/okara/artide/view/509/492.
[1] A.W.MUNAWWIR, Kamus
AL-Munawwir Arab-Indonesia Cet ke-14 (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997),
hlm. 814.
[2] Depertemen
Pendidikan Nasional Jakarta, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), hlm. 1464.
[3] J.W.M.
Verhaar, Pengantar Lingustik Cet ke-12, (Yogyakarta: Gajah Mada
Universty Press, 1989), hlm. 133.
[4]
Harimurti
Kridalaksana, Kamus Linguistik Cet ke-5, (Yogyakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama,2001), hlm. 15.
[6]
Taufiqurrochman,
Leksikologi Bahasa Arab (Malang: SUKSES Offset, 2008), hlm.75-76.
[8]
Abdul Chaer, Linguistik
Umum, (Jakarta- Rieneka Cipta, 2012), hlm.299-300.
[9]
Taufiqurrochman,
Leksikologi Bahasa Arab...hlm. 76-78.
[10] Sarwiji Suwandi, Semantik: Pengantar Kajian Makna,
(Yogyakarta: Media Perkasa, 2008), hlm. 105-106.
[11]
Aminudin, Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna, (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 120.
[12]
Http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/okara/artide/view/509/492 Sabtu, 29
Oktober 2016 pukul 11.15 WIB.