Jumat, 11 November 2016



BAB II
PEMBAHASAN
1.      Defenisi Antonim التضاد
Secara harfiah, antonimi merupakan kata serapan dari bahasa Inggris, yaitu antonymy. Menurut bahasa idhdhad ( Antonim ) berasal dari kata ضد يضد ضدا yang berarti menolak, berlawanan.[1]  Dalam kamus Bahasa Indonesia disebutkan antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain.[2] Menuruut Verhar, kata antonymy sendiri berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu: “anoma” artinya nama dan “anti” yang berarti melawan, jadi yang dimaksud antonim adalah “nama lain untuk benda lain”.[3]
Yang dimaksud antonim menurut Kridalaksana adalah oposisi makna dalam pasangan leksikal yang dijenjangkan.[4] Secara semantik, antonim sering didefinisikan sebagai ungkapan (biasanya berupa kata, tetapi dapat pula berupa frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap kebalikan dari ungkapan yang lain. Misalnya, kata panjang berantonim dengan pendek. Secara sederhana dapat dikatakan, antonim adalah kata-kata yang maknanya berlawanan.[5]


Dalam kajian linguistik Arab, antonim sama dengan “التضاد” . menurut Taufiqurrahman adalah:
التضاد : هو عبارة عن وجود كلمتين فأكثر لها دلالة متضادة
Antonim (التضاد) adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya ‘dianggap’ berlawanan. Disebut ‘dianggap’ karena sifat berlawanan dari dua kata yang berantonim ini sangat relatif. Ada kata-kata yang mutlak berlawanan, seperti kata hidup dengan mati, kata siang dengan malam. Ada juga yang tidak mutlak, seperti kata jauh dengan dekat, kata kaya dengan miskin. Seseorang yang tidak kaya belum tentu miskin, begitu juga sesuatu yang tidak tinggi belum tentu rendah.[6]
 Menurut Umar, al-Adldâd  adalah suatu pertentangan makna yang terjadi di dalam satu kata.[7]
2.    Macam-macam Antonim “التضاد
Al-Khammas mengklasifikasikan antonim menjadi lima macam, yaitu:
a). Antonim Mutlak (Tadlâd Had)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang berlawanan tidak terdapat tingkatan/level. Artinya, kedua kata yang maknanya berlawanan itu benar-benar mutlak.
Contoh: 
Hidup              حي          X                   Mati                 ميت
Salah               خطأ         X                   Benar               صح
Wanita             امرأة       X                   Pria                  رجل
Seperti, kata hidup berantonim secara mutlak dengan kata mati, sebab sesuatu yang masih hidup tentunya belum mati; dan sesuatu yang sudah mati tentunya sudah tidak hidup lagi.[8]
b). Antonim Bertingkat (Tadlâd Mutadarrij)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang berlawanan masih terdapat tingkatan/level. Artinya, makna dari kata-kata yang saling berlawanan masih relatif.
Contoh:
Ø سهل  (mudah) lawan kata صعب (sulit); namun antara ‘mudah’ dan ‘sulit’ masih tingkat kemudahan/kesulitan tertentu.
Ø  بارد(dingin) lawan kata  حار (panas); diantara ‘dingin’ dan ‘panas’ masih ada level tertentu, misalnya:   قاتر(hangat kuku), دافئ  (hangat),   ساخن( paling hangat).
c). Antonim Berlawanan (Tadlâd‘Aksî)
Yaitu, di antara medan makna pada dua kata yang berlawanan bersifat lazim/lumrah. Contoh:
Ayah        أب         X     Ibu                       أم
Menjual    باع        X     Membeli             اشترى
Suami       زوج      X     Istri                      زوجة
Memberi  أعطى      X     Mengambil          أخذ
d).   Antonim Garis Samping (Tadlâd‘Amûdî)
Yaitu, apabila kata-kata yang antonim (berlawanan) tersebut terdiri dari kosa kata yang bersifat arah (direction). Kosa kata yang berlawanan menurut garis menyamping disebut antonim garis samping. Misalnya,  شمال(utara) lawan kata شرق (timur), جنوب (selatan) lawan kata غرب (barat), غرب  (barat) lawan kata شمال (utara).
e). Antonim garis Lurus (Tadlâd Imtidâdî)
Yaitu, apabila kosa kata yang berlawanan (antonim) berdasarkan garis lurus (melawan arah). Misalnya, شمال (utara) lawan kata جنوب   (selatan), شرق (timur) lawan kata  غرب(barat), فوق (atas) lawan kata تحت (bawah).[9]
Banyak ahli yang keberatan dengan istilah lawan kata untuk mengganti antonim, sebab pada hakikatnya yang berlawanan adalah makna dari kata-kata tersebut. Namun,karena lawan makna sebenarnya relatifsifatnya, maka banyak yang menyebut dengan oposisi makna. Dengan ‘lawan’ terkandung arti bahwa kata-kata yang berantonim itu betul-betul berlawanan maknanya; sedangkan oposisi bisa mencakup pengertian dari yang benarbenar berlawanan sampai yang hanya berupa kontras saja. Kata hidup dan mati adalah contoh yang maknanya berlawanan, sebab kalau tidak hidup tentulah mati. Kata merah dan putih merupakan contoh pasangan kata yang hanya berkontras.[10]
Jenis hubungan bertentangan antar kata juga menunjukkan adanya keragaman. Ada jenis hubungan yang berlangsung secara komplementer dan tidak dapat digradasikan, yang diistilahkan dengan oposisi, misalnya antara pria dan wanita. Atau juga  hubungan yang bertentangan yang masih dapat digradasikan, yang disebut dengan antonim, seperti pada kata baik dan buruk. Sebab itu bentuk agak pria,cukup pria atau sangat pria tidak lazim ditemukan dalam oposisi. Akan tetapi, bentuk tersebut masih lazim ditemukan pada bentuk antonim, seperti agak baik, cukup baik atau juga sangat buruk. Istilah yang mencakup, baik oposisi maupun antonim adalah kontras.[11]
3.    Faktor-Faktor yang Menyebabkan Munculnya Kontranimi (al-Adldâd)
Faktor-faktor penyebab kemunculan kontranimi dalam bahasa Arab meliputi tiga hal:
1.      Faktor Eksternal;
a)  Perbedaan Dialek, misalnya kata السدفة  yamg dapat bermakna   الظلمة‘gelap’ dan الضوء  ‘terang’.
b)     Motivasi Sosial, digunakan sebagai ungkapan yang menunjukkan sifatsifat optimisme, pesimisme, ejekan, bahkan kesopanan, seperti kata عاقل ‘berakal’ untuk orang yang sesungguhnya bodoh.
c)     Pinjaman Bahasa Asing, meminjam  beberapa lafadz yang serumpun dengannya. Seperti pada kata جلل, yang berasal dari bahasa Ibrani yang maknanya ‘menggelinding’ berubah maknanya dalam bahasa Arab menjadi كريم (mulia) dan juga حقير ‘hina’.
2.      Faktor Internal; yang meliputi:
a)         Relasi Makna.
Hal ini disebabkan oleh  beberapa hal:
1) Adanya perluasan makna (الاتساع), contohnya pada kata  صارخyang bermakna مغيث (yang menolong), dan juga  مستغيث(yang minta tolong).
2) Ungkapan berupa majas( المجاز ), seperti pada kata النهال yang makna hakikinya adalah العطشان (kehausan), namun juga bisa bermakna الريان (kembung).
3) Generalisasi makna asli (عموم المعن الأصلي) seperti pada lafadz الجون yang bermakna  الأسواد (hitam) dan (putih) di mana makna aslinya adalah المطلق اللون (netral) dalam bahasa Arab, bahasa Ibrani, Suria dan bahasa Persi.
4) Ungkapan sebagai bentuk penegasan (). Jika orang Arab ingin menegaskan ungkapannya, biasanya diungkapkan dengan menggunakan kebalikan dari maknanya. Hal ini sebagaimana yang pernah dilakukan oleh salah satu khalifah Arab di Andalus, ketika menyebut salah satu anggota tubuhnya dengan kata القبيحة (jelek) untuk menunjukkan (sangat dan sangat bagus)   جميلة (indah).
b) Relasi Lafadz, hal ini disebabkan oleh beberapa hal:
1) Perbedaan asal akar  kata/derivasi (اختلاف الأصل)  seperti pada kata  الإشتقاقى Yang dapat bermakna  ضاع  (اختفى) ‘hilang’, dimana berasal dari akar kata ضاع- يضيع- ضياعا  maupun (ظهر) ‘’ berasal dari kata  ضاع- يضيع.
2) Perubahan tempat akar kata (القلب المكانى), seperti pada kata صار yang bermakna (جمع) mengumpulkan قطع و فرق  (memisahkan atau memotong-motong).
c) Relasi Bentuk,
Seperti pada kata الركب yang maknanya dapat menjadi partisip aktif yaitu ‘yang mengendarai’ atau dapat pula menjadi partisip pasif ‘yang dikendarai’
3.       Faktor Historis,
Dimana ungkapan kontranimi merupakan ungkapan pemikiran manusia di masa lalu. Keberadaan ungkapan kontranimi tersebut pada dasarnya merupakan bentuk asli atau bawaan awal dari kata itu sendiri. Menanggapi hal demikian Ibnu Sayyid memberi sanggahannya, bahwa tidak dibenarkan sebuah lafadz dengan dua makna yang bertentangan berada dalam waktu yang bersamaan, sehingga menurutnya kontranimi hadir karena faktor kesengajaan.[12]
















BAB III
KESIMPULAN
1.      Defenisi Antonim
Dalam kajian linguistik Arab, antonim sama dengan “التضاد” . menurut Taufiqurrahman adalah:
التضاد : هو عبارة عن وجود كلمتين فأكثر لها دلالة متضادة
Antonim (التضاد) adalah dua buah kata atau lebih yang maknanya ‘dianggap’ berlawanan.
2.      Macam-macam Antonim “التضاد
·         Antonim Mutlak (Tadlâd Had)
·         Antonim Bertingkat (Tadlâd Mutadarrij)
·         Antonim Berlawanan (Tadlâd‘Aksî)
·         Antonim garis Lurus (Tadlâd Imtidâdî)
·         Antonim Garis Samping (Tadlâd‘Amûdî)
3.      Faktor-faktor Antonim
Ø  Faktor Internal
Ø  Faktor Eksternal
Ø  Faktor Historis.









Daftar Pustaka

Aminudin. Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna, 2003.  Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Chaer, Abdul.  Linguistik Umum, 2012 . Jakarta- Rieneka Cipta.

Depertemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

Kridalaksana, Harimurti. Kamus Linguistik Cet ke-5, 2001.  Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

MUNAWWIR,  A.W.  Kamus AL-Munawwir Arab-Indonesia Cet ke-14, 1997.  Surabaya: Pustaka Progressif.

Pateda, Mansoer, Semantik Leksikal. 2001.  Jakarta: Rineka Cipta.

Suwandi, Sarwiji. Semantik: Pengantar Kajian Makna, 2008.  Yogyakarta: Media Perkasa.
Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, 2008 . Malang: UIN Malang Press.

Umar, Mukhtar. ‘ilmu al-Dilalah, 1982. Kuwait: Maktabah Dar al-‘Urubah.

Verhaar, J.W.M.,  Pengantar Lingustik Cet ke-12, 1989. Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press.

Http://ejournal.stainpamekasan.ac.id/index.php/okara/artide/view/509/492.


[1] A.W.MUNAWWIR, Kamus AL-Munawwir Arab-Indonesia Cet ke-14 (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), hlm. 814.
[2] Depertemen Pendidikan Nasional Jakarta, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), hlm. 1464.
[3] J.W.M. Verhaar, Pengantar Lingustik Cet ke-12, (Yogyakarta: Gajah Mada Universty Press, 1989), hlm. 133.
[4] Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Cet ke-5, (Yogyakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,2001), hlm. 15.
[5] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001),  hlm. 207.
[6] Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab (Malang: SUKSES Offset, 2008), hlm.75-76.
[7]  Mukhtar Umar, ‘ilm al-Dilalah, (Kuwait: Maktabah Dar al-‘Urubah, 1982),  hlm. 191.
[8] Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta- Rieneka Cipta, 2012), hlm.299-300.
[9] Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab...hlm. 76-78.
[10]  Sarwiji Suwandi, Semantik: Pengantar Kajian Makna, (Yogyakarta: Media Perkasa, 2008), hlm. 105-106.
[11]  Aminudin, Semantik: Pengantar Studi Tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003), hlm. 120.

0 komentar:

Posting Komentar